December 24, 2007

Mengenang Kepergian Sang Fotografer Cakrawala IDE UPPM UMI

Hatiku bagai teriris sembilu mengenang lelaki bernama lengkap MJ Nasrullah itu. Menjadi terkoyak-koyak ketika benda-benda yang sangat disayanginya diobrak-abrik oleh polisi. Polisi yang menyerbu dan memporak-porandakan Sekretariat kami, Unit Penerbitan dan Penulisan Mahasiswa (UPPM), pada kasus 1 Mei 2004 silam.
Setelah penyerbuan itu, aku sempat melihat langsung kondisi Sao Kareba UPPM yang ada di Kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI) bersama seniorku di UPPM UMI, Baldi dan Selle KS Dalle. Mata kami berkaca-kaca, hati kami perih dan teriris-iris. Sekretariat yang kami gelari Sao Kareba UPPM dan begitu kami bangga-banggakan, tempat kami belajar mengenal hidup, tempat kami saling berbagi dalam suka dan duka, dianggap laiknya tempat sampah dan tidak punya nilai. Benda-benda yang menghiasi ruangan tidak lagi memiliki bentuk. Komputer, meja, kursi, berserakan tidak beraturan di lantai.
Dan paling menyakitkan hati kami adalah box yang terbuat dari kaca, tempat menyimpan barang-barang peninggalan almarhum dipecahkan. Kamera yang sudah dianggap istrinya dihancurkan dengan ujung kamera sudah tidak berlensa lagi. Kaca lensa hancur dan menjadi pecahan-pecahan kecil berserakan di lantai bercampur dengan kaca box.
Buku-buku kesayangannya disobek-sobek tidak beraturan. Sampul buku dengan judul Karl Mark terpisah dari halaman pertama, sampul buku Cheu Ghuevara menjadi dua potongan, halaman-halaman buku Kahlil Gibran berserakan di dalam box setelah disobek-sobek.
Air mataku tumpah melihat semua pemandangan memilukan itu. Betapa rendahnya nilai peninggalan orang yang kami cintai dimata mereka. Betapa murahannya sekretariat yang kami anggap suci dan menjadi surga kami.
Aku sedih mengingat semua. Mengingat putra kelahiran Pinrang angkatan 99 di Fakultas Teknologi Industri itu. Ullah yang menjadi korban penikaman atas perkelahian antara salah satu lembaga UKM dan fakultas di Kampus UMI di tahun 2000. Sebuah tikaman mendarat di perut sebelah kirinya ketika mendokumentasikan perkelahian itu dan berujung pada kepergian untuk selama-lamanya.
Entah siapa yang melakukan perbuatan biadab dan naif itu? Kami menjadi orang-orang rapuh, tertunduk lemas mendengar kabar kepergian sang fotografer Cakrawala IDE UPPM. Sakir yang menjadi orang linglung mencari pelaku penikaman, Selle yang menjadi sangat marah dan langsung meminta pihak Rektorat tegas, juga Iffank yang geram dengan aksi mahasiswa yang terlibat perkelahian. Dan aku? Aku yang menjadi seperti orang yang baru saja patah hati ditinggal kekasih. Mana mungkin aku melupakanmu Ullah. Baru sepuluh menit lalu, sebelum ajal menjemputnya, kita bertengkar hebat hanya karena sebuah kalung dengan mainan gigi ikan paus. Ullah yang mengaku jatuh cinta dengan kalungku dan mengemis agar diberikan padanya. Tapi aku menolaknya mentah-mentah. Tapi kemudian akupun mengalah setelah dia memelas padaku dengan alasan kalung itu hanya dipinjamnya.
Kalung yang merupakan pemberian temanku yang memiliki usaha di bidang perhiasan dari bahan dasar hewan bernama Cano. Dan selanjutnya, beberapa menit kemudian aku tersentak kaget mendengar dia telah meninggal. Air mataku tumpah dan membuatku terhempas tidak berdaya. Meninggal dengan sebuah kalung melingkar di lehernya. Kalung yang akhirnya kuniatkan tidak akan kuambil lagi dan ikhlas kuberikan padanya.
Terlalu banyak kenangan bersamanya. Dan aku masih mengingat dengan jelas seminggu sebelum ajal menjemputnya, di depan mataku, di pelataran Gedung DPRD Sulsel, 6 April 2000, dia menjadi korban pemukulan Kasat IPP Poltabes Makassar Andi Patawari kala itu saat aksi buruh. Selanjutnya, dia diseret dan mendekam di tahanan. Aksi buruh yang dilakukannya untuk memperjuangkan nasib petani.
Ullah yang bercita-cita menjadi orang merdeka, dan selalu berteriak lantang,” Aku ingin menjadi petani sosialis!! menjadi fotografer handal!! Dan menjadi demonstran sejati!!” Ullah kamu telah menjadi martil bagi kami.

Untukmu yang pernah berbekas di hatiku dan sama-sama perna teriak, LAWAN!!

No comments: