April 10, 2008

ADA APA DIBALIK NOVEL AMARAH?

Ketika Inka Menulis Amarah dalam Novel

Ketika penulisnya yang tidak lain sahabat pena saya, Rasmi Ridjang Sikati alias Inka, memberitahukan jika dia telah menyelesaikan buku Amarahnya dalam bentuk novel saya langsung memberinya kata, ‘Great’.
Karena memahami sebuah peristiwa sejarah ada berbagai cara bisa ditempuh. Salah satunya membuatnya dalam bentuk novel. Dan saya paling senang membaca buku apalagi jika ditulis dalam bentuk novel sejarah.
Ketika membaca lembar-demi lembar bukunya, ini kali pertamanya saya menghabiskan dua buku (Amarah buku satu dan buku dua) hanya dalam sehari.
Saya tidak ingin meninggalkan tiap lembaran itu barang sedikit karena tiap lembarannya membuatku begitu sangat penasaran.
Seandainya Amarah Jilid III yang diberi judul Kuburan itu Belum Mengering juga sudah ada, pastinya, saya akan segera melahapnya sampai habis. Namun, sayangnya buku Amarah Jilid III itu, kata penulisnya, masih dalam tahap penyelesaian dan baru akan dilauching pada April 2009.

Novel itu berjudul Mencari Jejak Amarah

Novel itu diberi judul MENCARI JEJAK AMARAH. Terdiri dari dua buku. Buku satu terdiri dari lembaran 1 sampai 21 dan buku dua dimulai lembaran 22 sampai lembaran 37.
Dari judulnya saja, kita bisa langsung menarik kesimpulan jika ternyata Amarah masih menjadi sebuah misteri. Dan pemilihan judul oleh penulisnya adalah pilihan yang tepat karena Amarah bagaikan misteri tidak terpecahkan.
Amarah telah meninggalkan jejak dan jejak itu harus ditelusuri kembali untuk mencari jawaban tentang sebuah peristiwa besar yang pernah terjadi di tanggal 24 April 1996.
Tanggal dimana telah merenggut tiga nyawa mahasiswa UMI. Mereka adalah Saiful Biya, Andi Sultan Iskandar, dan Tasrif Daming. Mereka dinyatakan meninggal karena tidak bisa berenang. Tapi satu dari tiga orang itu, Saiful Biya, ternyata pandai berenang.
Amarah juga menjadi sebuah rebutan gerakan. Begitu banyak organisasi dan lembaga di dalam Kampus UMI yang menyatakan merekalah pertama yang mengencarkan aksi penolakan terhadap SK 900 yang dikeluarkan oleh Wali Kota Makassar Malik B Masry tentang kenaikan tarif angkot.


Kenapa Lembaran?

Penulisnya mengatakan, dia memilih kata lembaran di tiap babnya, hanya untuk menyajikan sub judul lain dari pada yang lain. Ketika membaca buku Supernova milik Dee maka artis itu memilih kata keping, membaca Laskar Pelangi karya Andre Hirata dia menggunakan mozaik. Dan ketika membaca MENCARI JEJAK AMARAH maka ditemukan lembaran.
Pemilihan kata lembaran untuk menjelaskan tiap-tiap babnya oleh penulis Amarah ini adalah pilihan tepat karena kata lembaran identik dengan adanya sebuah misteri di dalamnya. Dimana di tiap lembaran ada sesuatu yang diungkapkannya dengan turut menyertakan sebuah nilai-nilai di dalamnya. Mulai dari nilai spiritual, intelektual, dan emosional.

Amarahku dan Amarahmu

Ketika narasumber di buku pertamanya dianggap tidak berkompeten bicara tentang Amarah, Inka sempat marah. Inka dengan geram mengatakan, “Jika mereka yang mencerca narasumberku punya marah maka saya juga punya marah.”
Maka dari situlah lahir sebuah tokoh Amarahmu dan Amarahku. Atau istilahnya kemarahanmu dan kemarahanku. Saya sempat tertawa juga mendengar alasannya mengemukakan itu. Dua sifat itu, amarahmu dan amarahku, kemudian dijadikan sebagai tokoh dalam novel Amarah.
Kehadiran sosok Amarahmu dan Amarahku yang diakhir novel ini ternyata adalah orang yang sama dan diberi nama Muhammad Al Kamirfi atau biasa dipanggil Kmirpi membuat novel ini benar-benar hidup. Sampai saat ini, penulisnya tidak pernah mengungkapkan siapakah itu Kmirpi. Apakah orang yang pernah hidup di hati penulis atau tidak?
Tiap ditanya, Inka hanya menjawab jika Kmirpi adalah lelaki impiannya. Lelaki yang memiliki kecerdasan spiritual, intelektual, dan emosional. Dia ada di alam nyata? Hanya penulisnya yang tahu. Semoga penulisnya betul segera menemukan sosok itu karena penulisnya sampai sekarang masih jomblo. Heee
Di luar dari persoalan siapakah itu Kmirpi, di dalam novel ini, Amarahmu adalah tempat Inka berkeluh kesah dalam mencari jawaban Amarah. Sebab ketika buku pertamanya terbit Refleksi April Makassar Berdarah-Amarah Jilid I, ada segelintir saksi sejarah marah dan mengatakan jika orang yang bicara dalam bukunya itu tidak berkompeten bicara tentang Amarah.
Makanya, Inka kemudian membuat buku dengan mencari jawaban peristiwa itu dengan wawancara beberapa tokoh yang telah direkomendasikan padanya dan katanya paling tahu Amarah. Tapi ternyata, paling menarik, narasumber yang mengklaim dirinya saksi sejarah, ternyata tidak ada di dalam peristiwa itu terjadi.
Ada dialog yang menggelitik ketika Inka bermain kata-kata dengan Amarahmu.

amarahmu : Trus, dia tahu apa tentang kejadian di UMI?
inkaku99 : Dia tidak tahu apa-apa. Tanggal 23 dan 24 April dia berada di Wisma HMI Cabang Makassar. Jadi tidak tahu apa yang terjadi di lapangan.
amarahmu : Katanya dia saksi sejarah?
Masa tidak tahu apa-apa saat Amarah?
Saksi sejarah itu dinamakan saksi sejarah ketika melihat kejadian penyerbuan secara langsung. Atau setidaknya ada di lapangan.
inkaku99 : Tapi bagaimanapun infomasi yang dia ketahui tentang pra Amarah sedikit membantu. Termasuk aksi di kantor gubernur.Termasuk informasi ternyata selain anak FPIM yang demo ternyata ada mahasiswa dari Fakultas Ekonomi UMI juga. (Buku Satu, hal 228)


Tapi Inka percaya bahwa tiap orang dalam kasus Amarah memiliki peranan yang beda-beda. Jadi dia ingin mengatakan bahwa semua orang berhak bicara tentang Amarah dan tidak ada seorangpun bisa dilarang bicara mengenai Amarah.


Ada Nilai di Tiap Lembaran

Ketika Anda jeli membaca novel ini di tiap lembarannya, maka Anda akan menemukan begitu banyak nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Penulis juga mampu memainkan sosoknya dengan memasukkan dirinya ke dalam novel itu. Demikian halnya ketika memasukkan sosok lainnya. Seperti ketika Inka memainkan sosok saudara sepupunya Rismayang Rousalin Sikati atau dipanggil Mbak May di dalam novelnya. May merupakan penganut Kristen taat yang tidak pernah meninggalkan salibnya kemanapun pergi. Kehadiran May yang sering menyapa Inka dengan kata Syaloom in Kristus dan dibalas Inka dengan kata Assalamu Alaikum menunjukkan bahwa agama bukan sebuah penghalang kedekatan. Mereka begitu saling menghargai.
Sama halnya ketika Inka menghadirkan film Kingdom of Heaven yang ditontonnya bersama Kmirpi saat di Bali. Sebuah film tentang perang salib atas perebutan tanah Yerusalem. Dalam dialoq Inka dan Kmirpi tentang film itu, keduanya menyimpulkan jika perebutan tanah Yerusalem bukan perintah agama. Tapi karena keserakahan ambisi manusia atas tanah tersebut. Kemudian menjadikan agama sebagai simbolisasi untuk peperangan.
Nilai ini kemudian penulisnya benturkan dalam kasus Amarah. Dia ingin menunjukkan bahwa jangan pernah jadikan agama sebagai simbolisasi untuk peperangan. Kenyataannya pada kasus Amarah, sampai saat ini, masih kencang isu jika aparat Nasrani sengaja diturunkan untuk menyerbu masuk ke Masjid UMI dan menghamburkan Al Quran. Ternyata, di akhir novel ini ditemukan jawaban jika mahasiswa sendiri yang melakukan untuk menarik simpati masyarakat.
Sama halnya ketika penulis menghadirkan dialoq antara Kmirpi dan Inka tentang jilbab. Kmirpi di dalam novel ini diceritakan pernah mengecap pendidikan di Qum (Sebuah kota di Teheran), bertanya pada Inka tentang masalah jilbab.
Kmirpi bertanya, “Apa yang menghalangi kau tidak menggunakan jilbab?”
Pertanyaan ini membuat Inka tersentak.
Dalam dialoq itu, Inka ingin menyampaikan kepada para kaum hawa sebuah pertanyaan yang sama. Tentang apa alasan Anda tidak menggunakan jilbab. Dia akhir novel Inka digambarkan telah menggunakan jilbab dan tidak risau lagi naik pesawat dan siap kapan saja ajal menjemputnya. Sebelumnya, inka paling takut naik pesawat karena takut ajal menjemputnya karena masih merasa dilumuri dosa. Karena belum menggunakan jilbab.
Selanjutnya, ketika Inka memburu keberadaan Kmirpi sampai ke Bali dan menemukan jawaban bahwa Kmirpi telah meninggal jihad bersama teman lainnya Nur dan Juliadi, Inka ingin menunjukkan bahwa tiga sahabat itu, tidak pernah saling menusuk dari belakang. Dalam kasus Amarah, Inka menemukan banyaknya para saksi sejarah yang saling menusuk dari belakang.
Ketika Inka menghadirkan dua bocah dalam novelnya yang tidak lain keponakannya sendiri, Putri Ansari Sikati dan Rahmat Ridwan Sikati, inka ingin menunjukkan bahwa wajar saja jika ibu korban Amarah, sepanjang tahun sedih mengingat anak mereka yang pergi dengan diselimuti banyak pertanyaan. Hati ibu mana tidak perih anaknya pergi tanpa alasan jelas.
Dalam dialoq Putri dan Rahmat diceritakan, Rahmat yang berjenis kelamin lelaki ini menangis sekeras-kerasnya ketika bonekanya dirampas adiknya, Putri. Rahmat menganggap boneka itu anaknya sendiri. Rahmat mengatakan, “Tante, aku nggak bisa hidup tanpa anakku. Anakku Tante.”
Nah, dari sepenggal kalimat yang keluar dari mulut Rahmat ini, Inka ingin menunjukkan anak kecil saja menangis sekeras-kerasnya ketika boneka yang dianggapnya sudah anaknya sendiri dirampas adiknya.
Bagaimana jika ternyata anak yang dimaksud itu bukan boneka? Jadi wajar dong ibunda para korban Amarah menangis sekeras-kerasnya ketika nyawa anak mereka dirampas.



Puisi itu Sarat Makna

Kenapa perempuanku membenci matahari padahal matahari itu bintang
Memancarkan sinar dan memberi cahaya kehidupan di siang hari
Ia memancarkan cahaya sendiri bukan mengambil milik yang lain
Rembulan di suatu malam akan muncul menghasilkan warna merah
Pada lingkaran paling gelap akibat cahaya matahari terhalang bumi
Itulah satu malam ketika harus beranjak dan mengungkap tabir


Bacalah puisi itu dengan teliti dan perhatikan huruf pertamanya. Jika dirunut ke bawah akan membingkai sebuah kata menjadi ‘KMIRPI’

Baca juga puisi ini

ADALAH hidup yang harus dijalani meski bagaikan sebuah permainan puzzel karena ada banyak pertanyaan yang kadang tidak memiliki sebuah jawaban dan jawaban kadang hadir walau tanpa pertanyaan.
MAKA kita harus rasional berpikir bahwa jangan hanya memaknai hidup untuk memperjuangkan periuk tapi sebenarnya ada yang lebih penting yaitu memperjuangkan keadilan.
ADALAH keadilan yang merupakan simbolitas kemerdekaan yang tidak dibatasi baik oleh keakuan sebuah identitas diri. Sebab hidup menjadi bermakna ketika mampu menyumbang milik paling berharga yang kita miliki.
RIILNYA bahwa nyawa adalah harga tertinggi yang kumiliki saat ini dan tidak ada nilai tukar apapun lagi atas nilainya.
AKU pernah mendengar perempuanku mengatakan, “Aku ingin mati syahid dan aku pun demikian. Sama sepertinya. Aku tidak ingin mati dengan kesiaan.”
HANYA pergorbanan itu bisa kulakukan saat ini karena aku ingin meninggalkan jejak yang akan dikenang sepanjang masa.
MI itu adalah sumber inspirasiku yang kini menjadi perempuanku dan selamanya akan menjadi perempuanku.
UNTUKNYA kutinggalkan jejak-jejakku dan akan menjadi catatan panjang yang tidak akan terlupakan karena telah terbingkai dalam balutan sejarah. (BUKU Dua Hal 274)


Jika merangkai puisi di atas akan membentuk kata AMARAHMU

Jujur, saya sangat terkesima ketika Inka bermain-main dengan kata yang sarat makna dan memasukkan bahasa puisi untuk menjawab teka-teki di dalam novelnya. Aku tahu Inka memang suka menuangkan perasaan hatinya melalui puisi. Dan kali ini dia memainkan itu ke sosok lelaki bernama Kmirpi. Inka, ternyata kamu semakin lihai merangkai kata menjadi puisi.

Dalam novelnya, Amarahku alias Kmirpi menitipkan puisi bertulis namanya saat berada di Bali. Dan ketika Inka mencari jejak lelaki itu ke Bali, dia memperoleh sebuah surat. Surat yang ditinggalkan Kmirpi merangkai tulisan ‘Amarahmu’
Dari puisi itu, sudah pasti bisa disimpulkan jika Amarahmu dan Amarahku adalah orang yang sama.


Ada yang menarik dari puisi ditinggalkan Kmirpi.
Bahwa puisi itu menerangkan dirinya akan beranjak pergi ketika gerhana bulan terjadi. Dan Kmirpi meledakkan dirinya saat gerhana bulan terjadi. Persis ketika Inka merasakan ada separuh nafasnya yang hilang. Menakjubkan alur ceritamu Inka.

Cuman saya penasaran kelanjutan cerita Kmirpi yang tiba-tiba muncul di akhir cerita di buku dua. Apakah Kmirpi hidup kembali atau mati? Sebab, Kmirpi diketahui telah melakukan bom bunuh diri di Irak. Trus kenapa bisa muncul lagi? Inka hanya mengatakan, “Tunggu di jilid tiga.”


Di akhir kata…

Novel ini sangat layak baca. Jadi bacalah dan temukan begitu novel ini kaya dengan ilmu pengetahuan. Mulai penyajian penggambaran kasus Amarah, hubungan persaudaraan yang berbeda dalam keyakinan tapi saling menghargai, dan terakhir hubungan percintaan yang dimainkan penulisnya yang ingin menunjukkan bahwa cinta tidak selamanya hadir dengan vulgar.
Bahwa cinta dirasakan dengan sikap dan tingkah laku. Mencintai seseorang kita harus ikhlas melepaskannya. Sama halnya ketika ibu para korban Amarah diharapkan bisa merelakan anak yang dicintainya untuk pergi.
Saya ingin menunjukkan kekayaan itu lagi, tapi rasanya begitu banyak…. Intinya baca sendiri dan temukan nilai-nilainya…


Ditulis oleh Dewa
Saya adalah sahabat pena Inka

Cover Mencari Jejak Amarah




Cover Mencari Jejak Amarah